Senin, 04 Mei 2009

Dijerat Pembunuhan Berencana, Antasari Terancam Mati


JAKARTA - Selesai sudah karir panjang Antasari Azhar di dunia penegakan hukum. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif itu akhirnya resmi menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain kemarin. 


Mantan jaksa tersebut juga terancam hukuman mati. Antasari diduga telah melanggar pasal 340 KUHP. ''Ancaman tertingginya hukuman mati,'' ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes M. Iriawan setelah mendampingi Kapolda Metro Jaya Irjen Wahyono seusai konferensi pers di kantornya kemarin. 

Status Antasari ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka setelah melalui 24 pertanyaan penyidik sejak pukul 10.00 hingga pukul 14.20. 

Ancaman pidana bagi Antasari itu sama seperti Gunawan Santoso yang menjadi otak pembunuhan Direktur Utama (Dirut) PT Aneka Sakti Bakti (Asaba) Boedyharto Angsono pada 2003. Pasal 340 juga pernah dikenakan pada Sumiarsih, terpidana pembunuhan terhadap Letkol Purwanto. Sumiarsih sudah dieksekusi pada Juli tahun lalu. 

Pasal 340 KUHP itu berbunyi, barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan berencana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. 

Karena statusnya tersebut, Antasari resmi ditahan. Tepat saat azan magrib berkumandang, dengan tersenyum santai mantan Kejari Jakarta Selatan itu melenggang ke tahanan narkoba Polda Metro Jaya. Dia dibawa dari ruang penyidikan pukul 17.45 menggunakan Fortuner B 2758 QZ. Jarak sekitar 200 meter tersebut ditempuh dalam waktu lima menit. ''Beliau kami tempatkan di sana karena lebih bagus (fasilitasnya),'' ujar Kombes Iriawan. 

Antasari menginap di tahanan Blok A Nomor 10. Di lantai yang sama, mendekam Ali Imron, adik Amrozi, terpidana kasus bom Bali.

Polisi, tampaknya, berusaha memisahkan Antasari dari tahanan lain. Sigid Haryo Wibisono yang sebelumnya berada di sel narkoba dipindah ke tahanan reserse umum. Bos perusahaan media di Jakarta itu menutupi wajahnya dengan koran saat dipindah.

Beberapa jam setelah ditahan, Antasari tadi malam dijenguk istrinya, Ida Laksmiwati, di tahanan narkoba Polda Metro Jaya. Wanita berambut panjang tersebut datang menumpang Toyota Camry hitam bernopol B 1855 VU sekitar pukul 21.00. 

Sama seperti saat menemani sang suami dalam jumpa pers di rumah Minggu (3/5), ibu dua anak itu mengenakan gaun bohemian style. Bedanya, gaun tersebut berwarna biru dipadu aksesori kalung bermata hijau.

Ida tidak menemui suaminya di sel, tapi di ruang tunggu tahanan tersebut. Tak lama kemudian, Antasari muncul. Dia hanya mengenakan kaus dalam putih dengan celana kuning garis-garis. Setelah 20 menit pertemuan tersebut, beberapa lelaki menuju mobil Ida.

Dari bagasi mobil, beberapa barang dikeluarkan. Di antaranya, kasur lipat, bantal, peralatan mandi, kipas angin, dan sejumlah makanan ringan. Barang-barang itu lantas dimasukkan sel tempat Antasari ditahan di Blok A10 lantai satu.

Sekitar pukul 21.35, Antasari keluar dari ruangan. Setelah berbisik dengan salah seorang kuasa hukumnya, Antasari lantas menuju selnya. Dua menit kemudian, giliran Ida yang keluar. Tapi, dia irit bicara. 

''Bapak baik-baik saja. Beliau tegar. Saya tidak mau terlalu malam berbincang. Besok bapak masih ada aktivitas lainnya,'' ujar Ida. Mobil Camry mendekat. Dengan kawalan beberapa petugas, wanita yang wajahnya mirip penyanyi Renny Jayusman itu lantas masuk mobil.

Ary Yusuf Amir, salah seorang kuasa hukum Antasari, mengatakan, perbincangan dua pasangan itu lebih untuk menguatkan satu sama lain. Antasari, kata Ary, mengatakan kepada Ida bahwa ada strategi besar yang dimainkan pihak-pihak tertentu untuk menjebak Antasari. 

''Bapak minta keluarga yakin karena Allah tidak akan diam dan membiarkan semua ini. Bapak minta pada ibu jangan pernah percaya opini yang beredar. Apa yang disampaikan bapak kepada ibu adalah yang sebenarnya. Ibu juga bilang bahwa dia dan anak-anak tabah dan berharap bapak tegar menghadapinya,'' ujarnya

Dalam keterangan kepada wartawan, Kapolda Metro Jaya Irjen Wahyono menjelaskan, status Antasari naik menjadi tersangka karena penyidik telah menemukan bukti yang cukup. "Mengenai motif, masih didalami. Kita harus mengedepankan asas praduga tak bersalah," kata Wahyono.

Menurut Wahyono, nama Antasari disebut oleh Sigid Haryo Wibisono dan Wiliardi Wizar. Dua nama terakhir itu diduga sebagai penyandang dana pembunuhan dan perekrut eksekutor. "Setelah menjawab pertanyaan dan ditunjukkan bukti-bukti, AA kami jadikan tersangka," katanya. 

Apa bukti-bukti itu? Menurut Kombespol Iriawan, bukti-bukti tersebut, antara lain, foto, surat, dan hubungan telepon. "Masih ada yang lain," tambahnya. Pengacara Antasari Maqdir Ismail yang mendampingi selama pemeriksaan membenarkan adanya foto yang ditunjukkan kepada kliennya. "Foto Nasrudin, foto Sigid, dan foto Rani," kata Maqdir sebelum menjenguk kliennya di rutan narkoba. 

Kapolda Metro Jaya menjelaskan urutan pengungkapan kasus itu. "Dari hasil olah TKP yang dilakukan, ditemukan ciri-ciri khusus pelaku. Lalu, dilakukan penangkapan terhadap tersangka H yang mengaku sebagai joki atau pengemudi motor," katanya. Selama jumpa pers, Kapolda tak menyebut nama langsung, hanya inisial-inisial.

Informasi yang dihimpun koran ini, H yang dimaksud Kapolda adalah Heri Santosa yang tinggal di Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Di lokasi itu, ditemukan sebuah sepeda motor Yamaha Scorpio warna biru nopol B 6862 SNY. Motor tersebut kemarin juga dibeber di ruang jumpa pers di main hall Polda Metro Jaya. 

H, kata Kapolda, menyebut nama D. D diketahui bernama Daniel, yang menembak korban dua kali dari sisi kiri kendaraan BMW B 191 E warna silver di Jalan Hartono Raya, kompleks Modern Land, sekitar 900 meter dari lapangan golf Modern Land, Tangerang, pada Sabtu, 14 Maret 2009, sekitar pukul 14.00 WIB.

"Mereka juga mengaku mendapatkan order dari H," katanya. H yang kedua itu bernama Hendrikus Kia Walen. Hendrikus ditangkap. Lalu, penyidikan berkembang dengan penangkapan Fransiscus alias Amsi yang berperan sebagai pemantau. 

"AM ini memantau dan mengawasi eksekusi. Dia juga membeli senpi dan menggunakan uang hasil kerja itu untuk membeli motor baru," katanya. Dua motor, yakni Yamaha Mio B 8116 SSE dan Jupiter hitam B 60818 VB, dibeber di ruang jumpa pers. 

Hendrikus juga menyebut nama Edo. Dia menerima uang Rp 400 juta dari Edo dengan rincian, dibagikan ke masing-masing Heri Santoso Rp 70 juta, Daniel Rp 70 juta, Amsi Rp 30 juta, Sei Rp 20 juta, dan sisanya untuk Hendrikus serta biaya operasional Rp 100 juta. 

Berdasar hasil pemeriksaan terhadap Hendrikus diketahui bahwa senjata api yang digunakan jenis Revolver kaliber 38 berikut enam butir peluru yang masih ada di dalam silinder, dua sudah ditembakkan dan empat belum ditembakkan.

"Ditemukan pistol itu ditanam di sebuah rumah," kata Kapolda. Menurut pengakuan Hendrikus, diperoleh keterangan tentang keberadaan Amsi. Lalu dia ditangkap di kawasan Jakarta Barat. Amsi membeli senjata seharga Rp 15 juta dan sewa mobil Avanza Rp 5 juta. Setelah pemeriksaan terhadap Heri Santosa, Daniel (penembak/eksekutor) ditangkap di Pelabuhan Tanjung Priok sewaktu pulang dari Flores dengan menggunakan kapal laut Silimau. "Dia memang sengaja kami tunggu," kata Kapolda. 

Ketika diperiksa, Daniel mengatakan mendapat pesanan penembakan terhadap Nasrudin dengan menerima imbalan uang Rp 70 juta. Hendrikus juga mendapat pesanan penembakan terhadap Nasrudin dari Eduardus Ndopo Mbete alias Edo.

Kemudian polisi menangkap Edo di rumahnya di Bekasi. "Dari pengakuan tersangka E, dia mendapat perintah dari WW dan dipertemukan seseorang bernama J," jelas Kapolda.

Berdasar info yang dihimpun, WW yang dimaksud adalah Kombes Wiliardi Wizar, mantan Kapolres Jakarta Selatan. Edo bisa bertemu Wiliardi atas prakarsa Jerry. Sebelumnya, Wiliardi meminta Jerry untuk mencari orang yang bisa membunuh Nasrudin. 

Setelah mendapat keterangan dari Edo dan Jerry, selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap Wiliardi Wizar di Taman Ubud Lippo Karawaci, Tangerang. Dari pemeriksaan Wiliardi, diperoleh keterangan bahwa uang yang diserahkan kepada Edo berasal dari Sigid Haryo Wibisono sebesar Rp 500 juta.

"SHW menyebut nama AA dalam pemeriksaan," kata Kapolda. Motif pembunuhan belum jelas. Namun, Kapolda meminta masyarakat tidak mengambil kesimpulan sebelum pemeriksaan selesai. 

Informasi yang beredar, Antasari tahu kegiatan Sigid mencari eksekutor. Sigid membantu Antasari karena AA sering curhat soal Nasrudin yang menerornya terkait perselingkuhan.

Tidak ada komentar: